Pasukaan Khusus TNI
Militer Indonesia terus melebarkan
pengaruh karena didorong ketidakpercayaan atas politisi sipil, kemuakan
terhadap polisi, dan keyakinan bahwa Indonesia diserang asing melalui
cara-cara nonmiliter.
Laporan lembaga kajian konflik, Institute for Policy Analysis of Conflict atau IPAC berjudul The Expanding Role of the Indonesian Military menyoroti perkembangan TNI selama beberapa bulan terakhir.
“Konsep
‘perang proksi’ milik TNI mengubah ancaman internasional menjadi bahaya
domestik dan karenanya membenarkan peran militer di ranah domestik.
Semuanya, mulai dari krisis asap sampai ke penyuaraan hak-hak LGBT
menjadi bukti bahwa musuh asing berupaya melemahkan Indonesia dari
dalam,” kata Sidney Jones, Direktur IPAC.
Laporan itu menakar
seberapa jauh tekanan yang dilakoni TNI untuk melebarkan pengaruhnya,
terutama di bidang antiterorisme. Jawabannya, dapat dilihat dalam
serangan di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari lalu dan
masih buronnya Santoso di Sulawesi Tengah.
Menurut Jones, lantaran
kepolisian secara efektif bisa menangani serangan 14 Januari dan fakta
bahwa Santoso belum bisa ditangkap -walau TNI sudah mengerahkan 2.000
personel untuk mencarinya- maka militer sementara berhenti meminta
penggelaran operasi.
Draf UU Antiterorisme
TNI juga tidak diberikan tambahan kekuasaan dalam draf Undang-Undang Antiterorisme yang tengah dibahas di parlemen.
Bagaimanapun,
dalam draf itu terdapat pasal 43b yang menyatakan presiden akan
menentukan kebijakan dan strategi nasional untuk mengatasi terorisme dan
keduanya akan diterapkan oleh kepolisian, TNI, dan badan lainnya sesuai
dengan kewenangan masing-masing.
Fungsi TNI, menurut pasal itu,
akan membantu kepolisian. Namun, batasan bantuan TNI ke kepolisian belum
pernah dijelaskan secara rinci dan presiden bisa merumuskan strategi
yang di dalamnya memberi keleluasaan bagi TNI.
Keleluasaan itu tercermin dalam keterlibatan TNI dalam tugas-tugas non-militer, seperti di bidang pertanian.
Pada Desember 2015, Menteri Pertanian, Dr Andi Amran
Sulaiman, berterima kasih kepada 50.000 petugas Babinsa atas bantuan
mereka dalam program ketahanan pangan. Lalu, pada awal Februari 2016,
Komandan Korem di Merauke, Provinsi Papua, menekankan salah satu tugas
utama Korem adalah membuka lahan di Merauke untuk penanaman padi.
Selain di bidang pertanian, TNI juga dilibatkan dalam
upaya pemadaman kebakaran hutan seperti di Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Secara keseluruhan, menurut laporan IPAC, terdapat 5.000 tentara yang
dikerahkan selama September-November 2015 di Sumatera dan Kalimantan.
Melebarnya
peran TNI ke berbagai sektor menandakan perlunya suatu tinjauan
independen terhadap kebijakan pertahanan, strategi, dan struktur
kekuatan TNI. Sampai tinjauan rampung, menurut laporan IPAC, maka
aktivitas TNI di ranah nonmiliter mesti berhenti dan pemerintah
memastikan bahwa ada landasan hukum terkait tugas-tugas non militer yang
dilakukan TNI.
“Hampir 18 tahun setelah demokrasi ditegakkan
kembali, Indonesia masih perlu melembagakan sekat-sekat untuk memastikan
adanya batasan terhadap pelebaran tugas militer yang kini berlangsung,”
kata Jones.
Ranah sipil
Pelebaran peran TNI ke berbagai ranah, termasuk ranah sipil, diamini peneliti LSM Imparsial, Al Araf.
Hal ini menurutnya terlihat dari adanya ratusan memorandum of understanding (MoU) antara TNI dengan kementerian, lembaga, universitas, perusahaan, dan pemerintah daerah.
"Berbagai
MOU tersebut membuat dinamika TNI masuk kembali ke dalam ranah sipil
dan keamanan dalam negeri, seperti terlibat penjagaan stasiun, terminal,
seperti masa Orde Baru," ungkapnya kepada BBC Indonesia.
Ditambahkannya,
kesepakatan tersebut telah melanggar UU No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). "Sebenarnya itu bukan tugas TNI. Tugas utama TNI adalah alat pertahanan negara," katanya.
Dia mengkhawatirkan, praktek seperti itu dapat menjadi celah bagi TNI untuk ‘bermain’ di ranah sipil-politik.
Sebelumnya,
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam jumpa pers di Mabes
TNI, Minggu (04/10), mengatakan pihaknya menyerukan agar anggota TNI
'tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis dan dijamin
kesejahteraannya'.
Di hadapan wartawan, Gatot Nurmantyo berharap
agar prajurit TNI memiliki kebijakan politik negara yang menganut
prinsip demokrasi, informasi sipil, dan hak asasi manusia. Dia juga menegaskan, walaupun terdapat kekurangan, TNI saat ini berada dalam 'periodesasi kekuatan yang membanggakan'.
"Karena reformasi internal, baik secara ritual maupun kultural, telah sepenuhnya tuntas kami laksanakan," tandas Gatot
Sumber: http://www.bbc.com