Ada 6 perusahaan tambang pasir di Garut yang memiliki izin resmi. Semuanya berlokasi di wilayah Kecamatan Leles dan Kecamatan Banyuresmi. Namun dari keenam perusahaan
tambang pasir ini, Pemkab Garut setiap tahunya hanya menerima pajak
sebesar Rp 1 Miliar. Berarti dari masing masing perusahaan tambang pasir yang berkapasitas besar itu, Pemkab Garut hanya menerima Rp 150 Juta lebih setiap tahunnya.
Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan di
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten
Garut, Margiyanto membenarkan. Memang benar katanya, Pemkab Garut
melalui DPPKA setiap tahunya menerima pajak dari enam perusahaan besar
itu senilai Rp 1 Miliar.
Saat dimintai tanggapan dari keenam
perusahaan tambang pasir itu mengenai kesesuaian terhadap perhitungan
kewajiban wajib pajak, Margianto tidak bisa memberikan komentar apa
apa. Menurutnya, dia sebagai kepala bidang pendataan dan penetapan hanya
sebatas menerima data dan setoran pajak. Sementara mengenai yang lainya
ada di wilayah bidang lain.
“Kami sama sekali tak menentukan
perusahaan mana saja yang harus membayar pajak dan yang tidak. Itu ada
di bidang lain karena kami hanya menerima data,” katanya.
Besaran pajak yang harus dibayar
perusahaan tambang pasir, tutur Margianto, ditentukan oleh volume
aktivitas penambangan yang dilakukannya. Untuk titik-titik lokasinya
sendiri, diakui Margiyanto dirinya tidak begitu mengetahui hanya saja
enam lokasi penambangan pasir itu ada di wilayah dua kecamatan.
Diungkapkan Margianto, untuk penambangan
pasir di Gunung Guntur tepatnya di Blok Cilpopang Desa Rancabango
Kecamatan Tarogong Kaler, sesuai ketentuan saat ini sudah berhenti
beroperasi. Namun Margiyanto memuji para pengusaha tambang pasir di
Gunung Guntur itu. Walaupun ilegal tapi katanya taat membayar pajak.
Bahkan, Margiyanto mengakui, perusahaan itu sempat mendapat penghargaan
karena taat membayar pajak meski tak mengantongi izin.
Sungguh ironis, padahal kalau
dibandingkan pajak dari para penambang pasir ilegal yang masuk ke DPPKA,
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat kerusakan ekosistem
yang ada sekarang ini. Bahkan akibat penggalian ilegal selama puluhan
tahun itu, bisa mendatangkan bahaya yang sangat parah bagi warga
masyarakat Garut.
Disinggung mengapa para penambangan
pasir ilegal yang ada di wilayah Gunung Guntur itu diambil pajaknya.
Margiyatno menjelaskan, mereka membayar pajak lantaran kesadaran diri
dari wajib pajak. Hal itu menurut dia dinilai positif, pengusaha datang
dengan sendiri membayar pajak. Walaupun mereka tidak pernah mengantongi
izin.
“Itu kan self assessment. Kalau prinsip
pajak kan sebenarnya kita tutup mata terhadap perizinan. Tambang pasir
Cilopang membayar pun bukan karena kami yang minta,” ucap Margiyan.
“Ketika pengusaha mendirikan usaha,
seharusnya dia sadar untuk memenuhi perizinan. Bukan karena
didorong-dorong untuk kepentingan pajak,” tandasnya.
Lebih jauh dituturkan Margianto,
meskipun demikian dari aspek kebijakan, sosialisasi dapat dilakukan
sinergi dengan pihak perizinan.
sumber: http://www.wartapriangan.com