4.
BREAKING NEWS :
Home » » Polemik Revisi UU KPK, Pemerintah diminta Tegas

Polemik Revisi UU KPK, Pemerintah diminta Tegas

Written By Unknown on Senin, 22 Februari 2016 | 04.20




Jakarta-WIP.

Revisi UU KPK terus menjadi polemik. Penolakan pun semakin kuat atas revisi UU KPK oleh pegiat antikorupsi maupun akademisi, yang mendesak pemerintah menolak revisi UU KPK oleh DPR yang dianggap justru akan memperlemah KPK.

Sejumlah poin yang dianggap akan memperlemah lembaga antikorupsi antara lain pembentukan dewan pengawas, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan SP3, dan pengaturan kewenangan penyadapan.

Dalam keterangan pers Rabu (17-02-2016), juru bicara Presiden Johan Budi mengatakan Presiden Jokowi mencermati penolakan revisi UU KPK dan akan menolak jika isinya melemahkan KPK.

“Dari substansinya jangan ada pasal-pasal yang kemudian direvisi itu intinya jadi memperlemah. Saya ambil contoh di revisi misalnya ada KPK hanya dibatasi 12 tahun, itu memperlemah, kewenangan penuntutan dicabut dan penyadapan harus ijin pengadilan, nah itu dalam prespektif presiden adalah memperlemah," jelas Johan.

Sementara politisi Partai Golkar, Hajriyanto Y Thohari, polemik ini sebenarnya justru dipicu ketidaktegasan Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Padahal, menurut Hajriyanto, revisi UU KPK ini bergantung presiden dan anggota dewan.

Hajriyanto berpendapat, seharusnya Presiden dan DPR tidak terus berpolemik mengenai ini dan langsung saja bersikap, apakah menerima atau menolak, sehingga tidak membuat bingung rakyat.

"Sebaiknya untuk tidak membiarkan rakyat berpolemik setiap hari, segera saja dikatakan. Kalau setuju ya katakan," kata Hajriyanto, dalam diskusi ‘Tokoh Lintas Agama: Misi Kerukunan Agama untuk Melawan Korupsi’, di Aula PP Muhammadiyah, Menteng Raya Nomor 62, Jakarta, Minggu (21-02-2016).

Menurut dia, dalam polemik revisi UU KPK ini, Presiden dan DPR tentu punya peran. Hajriyanto yang sudah beberapa periode duduk di parlemen mengatakan, masuknya UU KPK ke dalam program legislasi nasional atau prolegnas, karena kesepakatan Presiden dan DPR.

"Prolegnas itu hasil keputusan bersama dua lembaga (DPR dan Presiden)," katanya.

Sebab, lanjut dia, dalam undang-undang itu dikatakan kalau pembahasan undang-undang harus dilakukan oleh DPR dan Presiden. Sehingga, kalau pun Presiden Jokowi menolak, harusnya disikapi dengan tegas.

"Persoalannya simpel. Kalau salah satu enggak mau, enggak jadi itu (revisi UU KPK). Kenapa meski memaki-maki salah satu lembaga negara. Saya makin curiga sebenarnya ada agenda apa kok bermain-main," kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.

Revisi UU KPK didukung oleh partai pendukung presiden Joko Widodo antara lain PDIP, Partai Nasdem, Partai Hanura, PPP, sementara penolakan disampaikan oleh Partai Gerindra dan Demokrat.

Revisi UU KPK sebenarnya sudah beberapa kali diajukan. Pada tahun 2012, Fraksi di Badan Legislasi DPR menyepakati untuk menghentikan pembahasan rencana revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi. Pemerintah pernah menyampaikan inisiatif untuk merevisi UU KPK tetapi batal karena penolakan publik. *Red

Sumber: SKU Warta Indonesia Pembaharuan
Share this article :

Artikel Islam

More on this category »

Mualaf

More on this category »

Post Terkini

LGBT HARAM

LGBT HARAM

Sukanagara News

More on this category »

Cisompet News

More on this category »

Garut News

More on this category »

Regional News

More on this category »

National News

More on this category »

World News

More on this category »
 
Support : Creating Website | Johny Template | Tony Putra Garut Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Desa Sukanagara News - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Tony Kurniawan Alamat Desa SukanagaraJl.Bantar Peundeuy-Panyindangan