Oleh: Inayatullah Hasyim
Ketika seseorang dinyatakan meninggal oleh
dokter, sanak keluarga yang melayat bertanya, "Di mana jenazahnya?"
Saat hendak dimandikan, amil yang akan memandikan berkata, "Tolong bantu
angkat jenazahnya." Ketika akan dishalatkan, imam berkata, "Mari kita
shalatkan jenazah ini." Begitu juga saat hendak dikuburkan, tukang gali
kubur bilang, "Jenazahnya turunkan pelan-pelan."
Sejak dinyatakan meninggal, seseorang tidak lagi dipanggil dengan
nama, gelar, jabatan, kedudukan, suku, dan embel-embel lainnya. Bahkan,
saat fisiknya masih ada di depan mata. Ia dipanggil dengan satu kata,
"jenazah".
Kematian akan menghampiri setiap anak manusia. Rasulullah SAW
mengingatkan umatnya untuk selalu bersiap diri pada kematian.
Diriwayatkan dari Syahr bin Husyab dia berkata, "Rasulullah SAW ditanya
tentang beratnya kematian, Beliau SAW bersabda, "Kematian yang paling
ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba."
Dalam riwayat Imam Bukhari diceritakan, ketika ajal datang
menghampiri, Beliau SAW berkata, "Sesungguhnya pada (setiap) kematian
terdapat sekarat...." Itulah sebabnya para sahabat Nabi mempersiapkan
kematian dengan sangat sungguh-sungguh. Diriwayatkan, ketika menghadapi
hari-hari kematiannya, Abu Bakar As-Shiddieq RA sering membaca surah
Qaaf [50] ayat 19.
Abu Bakar berpesan kepada putrinya Aisyah, "Lihatlah kedua pakaianku
ini, cucilah keduanya dan kafankan aku dengannya. Sesungguhnya mereka
yang hidup lebih utama menggunakan baju baru daripada yang sudah jadi
mayit."
Ketika Umar bin Khattab RA ditusuk oleh seseorang, sahabatnya bernama
Abdullah bin Abbas RA datang menjenguknya. Dia berkata, "Engkau telah
masuk Islam saat orang-orang (lain) masih kafir. Dan engkau selalu
berjihad bersama Rasulullah saat orang-orang (lain) malas. Saat
Rasulullah SAW wafat dia sudah ridha denganmu."
Umar kemudian berkata, "Ulangi ucapanmu!" Maka diulang kepadanya. Dia
kemudian berkata, "Celakalah orang yang tertipu dengan ucapan-ucapanmu
itu."
Setelah ditusuk oleh orang-orang yang memberontak hingga darah
mengalir ke janggutnya, Utsman bin Affan RA berkata, "Tidak ada Tuhan
selain Engkau (ya Allah), Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang zalim. Ya Allah, aku memohon perlindungan-Mu dan
pertolongan-Mu atas segala persoalanku dan aku memohon pada-Mu diberikan
kesabaran atas ujian ini."
Menjelang kematiannya, Ali bin Abi Thalib RA berkata, "Apa yang sudah
dilakukan terhadap orang yang menusukku?" Mereka menjawab, "Kami telah
menangkapnya." Ali berkata, "Beri makan dan minum dia dengan makanan
dan minumanku. Jika aku hidup, aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku
sendiri. Jika aku mati, pukullah dia sekali pukul saja. Jangan kalian
tambahkan sedikit pun."
Ali kemudian berpesan kepada putranya Hasan RA agar memandikannya. Ia
berkata, "Jangan berlebih-lebihan dalam mengafaniku. Sesungguhnya aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah bermewah-mewahan dalam
berkafan sebab yang demikian itu menghimpit dengan keras."
Para sahabat yang mulia itu mempersiapkan diri menjelang kematiannya.
Karena itu, tak ada kata lain bagi kita kecuali segera bertobat. Ibnul
Jauwzi berkata, "Menyesal sekali seorang hamba, semakin banyak dosanya
semakin sedikit istighfarnya. Dan semakin dekat dengan kuburnya semakin
kuat penyimpangannya."
Setelah kematian merenggut seseorang dan ruhnya kembali kepada Allah,
fungsi organ tubuhnya masih tersisa beberapa saat. Hatinya bertahan
sepuluh menit, matanya bertahan dua jam, tulangnya bertahan tiga puluh
hari, dan selebihnya dia akan bertemankan amal-ibadahnya di alam kubur.
Nasihat Ibnul Qayyim menarik untuk direnungkan. Beliau berkata,
"Jalanilah hidup setiap hari seakan-akan hari terakhir dalam hidupmu.
Kelak hari (terakhir) itu akan benar terjadi dalam hidupmu." Dan Ali
Zaenal Abidin membuat puisi penutupnya, "Menjadi (orang) asing bukanlah
karena mengunjungi Suriah dan Yaman. Menjadi asing adalah saat masuk
liang lahat dan berbungkus kain kafan." Wallahu a'lam.
sumber:http//republika.co.id