Presiden pertama Indonesia, Soekarno pernah membuat geger
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan membuat terkesima bangsa-bangsa lain atas
pidatonya di depan Sidang Umum PBB XV, 30 September 1960.
Dengan baju kebesaran berwarna putih, lengkap dengan kopiah dan kacamata baca, Bung Karno tidak mempedulikan protokoler sidang umum. Biasanya, setiap kepala negara berpidato sendiri saja. Tetapi, untuk pertama kalinya, Bung Karno naik ke podium didampingi ajudannya, Letkol (CPM) M Sabur.
Dalam pidatonya seperti yang ditulis di buku Total Bung Karno karya Roso Daras, Bung Karno antara lain mengatakan, “Hari ini, dalam mengucapkan pidato kepada sidang majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, saya merasa tertekan oleh suatu rasa tanggung jawab yang besar. Saya merasa rendah hati berbicara di hadapan rapat agung daripada negarawan-negarawan yang bijaksana dan berpengalaman dari timur dan barat, dari utara dan dari selatan, dari bangsa-bangsa tua dan dari bangsa-bangsa muda dan dari bangsa-bangsa yang baru bangkit kembali dari tidur yang lama,” kata Bung Karno ketika itu.
“Saya telah memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar lidah saya dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menyatakan perasaan hati saya, dan saya juga telah berdo’a agar kata-kata ini akan bergema dalam hati sanubari mereka yang mendengarnya”.
“Saya merasa gembira sekali dapat mengucapkan selamat kepada tuan ketua atas pengangkatannya dalam jabatannya yang tinggi dan konstruktif. Saya juga merasa gembira sekali untuk menyampaikan atas nama bangsa saya ucapkan selamat datang yang sangat mesra kepada keenambelas anggota baru dari Perserikata Bangsa-Bangsa.”
Dengan baju kebesaran berwarna putih, lengkap dengan kopiah dan kacamata baca, Bung Karno tidak mempedulikan protokoler sidang umum. Biasanya, setiap kepala negara berpidato sendiri saja. Tetapi, untuk pertama kalinya, Bung Karno naik ke podium didampingi ajudannya, Letkol (CPM) M Sabur.
Dalam pidatonya seperti yang ditulis di buku Total Bung Karno karya Roso Daras, Bung Karno antara lain mengatakan, “Hari ini, dalam mengucapkan pidato kepada sidang majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, saya merasa tertekan oleh suatu rasa tanggung jawab yang besar. Saya merasa rendah hati berbicara di hadapan rapat agung daripada negarawan-negarawan yang bijaksana dan berpengalaman dari timur dan barat, dari utara dan dari selatan, dari bangsa-bangsa tua dan dari bangsa-bangsa muda dan dari bangsa-bangsa yang baru bangkit kembali dari tidur yang lama,” kata Bung Karno ketika itu.
“Saya telah memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar lidah saya dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menyatakan perasaan hati saya, dan saya juga telah berdo’a agar kata-kata ini akan bergema dalam hati sanubari mereka yang mendengarnya”.
“Saya merasa gembira sekali dapat mengucapkan selamat kepada tuan ketua atas pengangkatannya dalam jabatannya yang tinggi dan konstruktif. Saya juga merasa gembira sekali untuk menyampaikan atas nama bangsa saya ucapkan selamat datang yang sangat mesra kepada keenambelas anggota baru dari Perserikata Bangsa-Bangsa.”
Ayat tersebut, ia kutip dari surat Al-Hujarat (49):13, sebagai
salah satu konsep kebangsaan yang dari sudut pandang Islam. Betapa bahwa
Islam pun mengenal konsep kebangsaan. Dalam konteks berbicara di forum
dunia tersebut, Bung Karno tak lupa mengutip Alquran, khususnya
ayat-ayat kebangsaan.
Banyak pemimpin negara yang berasaskan Islam, termasuk Saudi Arabia merasa “kecolongan”. Benar, sebab sebelum-sebelumnya, tidak satu pun kepala negara yang pernah mengutip ayat suci Alquran dalam pidatonya. Hanya Bung Karno, Presiden Republik Indonesia yang melakukannya.
Karenanya, ia kemudian dinobatkan sebagai Pahlawan Islam Asia-Afrika. Penobatan itu dilakukan pada pertemuan para pemimpin negara-negara Asia Afrika di Kairo Mesir, yang kemudian melahirkan Gerakan Non Blok, tahun 1961. Begitu fenomenalnya sosok Bung Karno, sehingga ia menjadi mercu suar, bukan saja bagi bangsanya, tetapi bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Bersamaan dengan pidato Presiden Soekarno di depan Sidang Umum PBB ke-15 itu juga dikupas tentang Pancasila. Dalam kesempatan itu, dengan sangat fasihnya, Bung Karno mengupas satu demi satu Pancasila dan penafsiran serta pemaknaannya. Ia juga dengan bangga mengatakan bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi alternatif.
Pidato Bung Karno telah memukau para pemimpin dunia, dan Pancasila yang dirangkai dari butir-butir manikam warisan bangsa Nusantara, telah merasuk ke dalam sanubari para pemimpin dunia.
Banyak pemimpin negara yang berasaskan Islam, termasuk Saudi Arabia merasa “kecolongan”. Benar, sebab sebelum-sebelumnya, tidak satu pun kepala negara yang pernah mengutip ayat suci Alquran dalam pidatonya. Hanya Bung Karno, Presiden Republik Indonesia yang melakukannya.
Karenanya, ia kemudian dinobatkan sebagai Pahlawan Islam Asia-Afrika. Penobatan itu dilakukan pada pertemuan para pemimpin negara-negara Asia Afrika di Kairo Mesir, yang kemudian melahirkan Gerakan Non Blok, tahun 1961. Begitu fenomenalnya sosok Bung Karno, sehingga ia menjadi mercu suar, bukan saja bagi bangsanya, tetapi bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Bersamaan dengan pidato Presiden Soekarno di depan Sidang Umum PBB ke-15 itu juga dikupas tentang Pancasila. Dalam kesempatan itu, dengan sangat fasihnya, Bung Karno mengupas satu demi satu Pancasila dan penafsiran serta pemaknaannya. Ia juga dengan bangga mengatakan bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi alternatif.
Pidato Bung Karno telah memukau para pemimpin dunia, dan Pancasila yang dirangkai dari butir-butir manikam warisan bangsa Nusantara, telah merasuk ke dalam sanubari para pemimpin dunia.