Kesultanan Banten
Dalam tahun 1524/1798, Sunan Gunung Jati dari Cirebon bersama tentara Kesultanan Demak merebut pelabuhan Banten dari Kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang menjadi sekutu Kesultanan Demak.
Para penyebar agama Islam telah menyebarkan dan memperkenalkan Islam
secara damai kepada masyarakat di Tanah Sunda, dan sebagai hasilnya
masyarakat Sunda mayoritas menjadi pemeluk agama Islam.
Kesultanan Banten mencapai masa keemasan pada awal sampai pertengahan
abad ketujuh. Kesultanan Banten berlangsung selama 300 tahun (1526 –
1813 AD).2 wlslroriwosos
Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon didirikan pada abad ke enambelas. Kesultanan ini didirikan oleh Sunan Gunungjati.
Kerajaan Islam Sumedang Larang
Sejarah Sumedang Larang
Seorang resi keturunan dari Galuh datang ke sebuah kawasan di pinggiran sungai Cimanuk, daerah Cipaku, Kecamatan Darmaraja, Sumedang sekarang. Kehadiran Resi yang bernama Prabu Guru Aji Putih ini, membawa perubahan-perubahan dalam tata kehidupan masyarakat setempat, yaitu telah ada dan dirintis oleh Prabu Agung Cakrabuana sejak abad ke delapan.
Secara perlahan-lahan dusun-dusun sekitar pinggiran sungai Cimanuk diikat oleh struktur pemerintahan dan kemasyarakatan. hingga berdirilah Kerajaan Tembong Agung
sebagai cikal bakal kerajaan Sumedang Larang di Kampung Muhara, Desa
Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja sekarang. Prabu Guru Aji Putih
berputra Prabu Tajimalela. Menurut perbandingan generasi, dalam kropak
410, Prabu Tajimalela sezaman dengan tokoh Rgamulya (1340 - 1350)
penguasa Kawali dan tokoh Suradewata, Ayah Batara Gunung bitung
Majalengka.
Prabu Tajimalela naik tahta menggantikan ayahnya pada mangsa poek taun saka. Menurut cerita rakyat,
kepemimpinan Prabu Tajimalela sangat menaruh perhatian pada bidang
pertanian di sepanjang tepian sungai Cimanuk, peternakan dipusatkan di
paniis Cieunteung dan pemeliharaan ikan di Pengerucuk (Situraja).
Gagak Sangkur menyatakan ingin mengabdi kepada Prabu Tajimalela.
Kemudian dilantik menjadi patih. Setelah itu, untuk menyempurnakan
ilmunya Prabu Tajimalela meninggalkan Keraton untuk melakukan tapabrata, untuk memperoleh petunjuk dan kukatan dari Yang Gaib, yang dikiaskan dalam ungkapan : Sideku
sinuku tunggal mapat pancadria, diamparan boeh rarang, lelembutan
ngajorang alam awang-awang, ngungsi angkeuhan nu can katimu.
Pada saat itulah kemudian ia tiba-tiba mengucapkan kata : Insun Medal Mandangan yang kemudian menjadi populer dengan sebutan Sumedang. Tahta kerajaan Sumedang Larang dari Prabu Tajimalela dilanjutkan oleh Prabu Gajah Agung, yang berkedudukan di pinggir kali Cipeles dengan gelar Prabu Pagulingan sehingga daerah tersebut saat ini di kenal sebagai nama Ciguling termasuk wilayah Kecamatan Sumedang Selatan.
Prabu Pagulingan digantikan oleh putranya dengan gelar Sunan Guling. Ia
berputra bernama Ratnasih alias Nyi Rajamantri diperistri oleh
Sribaduga Maharaja karena itu yang menggantikan Sunan Guling adalah adik
Ratu Ratnasih bernama Mertalaya sebagai penguasa ke empat Sumedang
Larang yang juga bergelar Sunan Guling.
Sunan Guling digantikan putranya Tirta Kusumah yang dikenal dengan
nama Sunan Patuakan. Kemudian digantikan oleh adiknya Sintawati atau
lebih dikenal dengan Nyi Mas Patuakan. Ratu Sintawati berjodoh dengan
Sunan Gorenda, Raja Talaga putra Ratu Simbar Kecana dari Kusumalaya,
putra Dea Biskala. Dengan demikian ia menjadi cucu menantu penguasa
Galuh.
Sunan Gorenda mempunyai dua istri : Mayangsari Langlangbuana dari
Kuningan dan Sintawati dari Sumedang. Dari Sintawati putri sulung Sunan
Guling ini, Sunan Gorenda dikaruniai seorang putri bernama Setyasih,
yang kemudian bergelar Ratu Pucuk Umum.
Ratu Pucuk Umum menikah dengan Ki Gedeng Sumedang yang lebih dikenal
dengan nama Pangeran Santri putra Pangeran Palakaran, putra Maulana
Abdurahman alias Pangeran Panjunan. Perkawinan Ratu Setyasih dengan
Pangeran Santri inilah agama Islam mulai menyebar di Sumedang.
Dari perkawinan dengan Pangeran Santri, Ratu Pucuk Umum atau dikenal
dengan nama Ratu Intan Dewata dikaruniai 6 (enam) orang putra, salah
satunya Raden Angkawijaya, yang kemudian hari bergelar Prabu Guesan
Ulun.
Pada 14 Syafar Tahun Jim Akhir kerajaan Padjajaran
runtag (runtuh) akibat serangan laskar gabungan Islam Banten,
Pangkungwati dan Angka. Runtuhnya Kerajaan Padjajaran waktu itu tidak
lantas menyeret Sumedang Larang ikut runtuh pula, karena sebagai
masyarakat Sumedang pada waktu itu sudah memeluk Islam. Dengan berakhirnya Kerajaan Sumedang, justru Sumedang Larang makin berkembang menjadi kerajaan yang berdaulat penuh.
Sebelum Prabu Siliwangi meninggalkan Padjajaran mengutus empat orang
Kandagalante : Jayaperkosa, Sanghyang Hawu, Terong Peot, dan Nagganan
untuk menyerahkan amanat kepada Prabu Geusan Ulun, yaitu pada dasarnya Kerajaan Sumedang Larang supaya menjadi penerus Kerajaan Padjajaran Mahkota dan atribut Kerajaan Padjajaran dibawa oleh Senapati Jayaperkosa dan diserahkan kepada Prabu Geusan Ulun yang merupakan legalitas kebesaran Kerajaan Sumedang Larang sebagai penerus Padjajaran.
Prabu Geusan Ulun yang dinobatkan pada 22 April 1578 adalah Raja Sumedang Larang terakhir, karena setelah itu Sumedang Larang berada di bawah naungan kerajaan Mataram. Pangeran Ariasuradiwangsa dari Sumedang Larang sebagai penerus Geusan Ulun (putra dari Ratu Harisbaya) 1620
berangkat ke Mataram, untuk menyerahkan Sumedang Larang berada dibawah
naungan Mataram. Dengan demikian sejak itulah Sumeang Larang terkenal
dengan nama "Priangan" artinya berserah dengan hati yang suci. Kedudukan penguasa Sumedang Larang menjadi Bupati Wedana.
Sumber: https://id.wikipedia.org